Cakrawala Opini – “Romansa Tiga Kerajaan” atau dikenal dalam bahasa Mandarin sebagai “Sānguó Yǎnyì”, adalah mahakarya sastra yang ditulis oleh Luo Guanzhong pada abad ke-14, selama Dinasti Ming.
Karya ini mengisahkan periode konflik dan pembentukan tiga kerajaan yang berkuasa setelah kejatuhan Dinasti Han di Tiongkok.
Cerita ini tidak hanya menggambarkan perang dan strategi militer, tetapi juga intrik politik, aliansi, dan pengkhianatan yang mendefinisikan era tersebut.
Kisah ini dimulai dengan keruntuhan kekuasaan pusat Dinasti Han, yang memicu munculnya berbagai panglima perang yang berambisi menguasai Tiongkok.
Dari situ, muncul tiga tokoh sentral yang akan mendominasi panggung sejarah: Cao Cao, Liu Bei, dan Sun Quan. Masing-masing mendirikan kerajaan sendiri—Wei, Shu, dan Wu—dan memulai era baru yang dikenal sebagai periode Tiga Kerajaan.
Cao Cao, dikenal karena kecerdikannya dan kebrutalan dalam memperluas kekuasaannya, menjadi penguasa Kerajaan Wei.
Sementara itu, Liu Bei, yang dihormati karena kebajikannya dan keadilannya, mendirikan Kerajaan Shu.
Sun Quan, yang tegas dan strategis, memimpin Kerajaan Wu. Dinamika antara ketiga pemimpin ini, dengan latar belakang kepribadian dan filosofi yang berbeda, menciptakan narasi yang kaya dan kompleks.
Baca Juga
Salah satu momen paling ikonik dalam “Romansa Tiga Kerajaan” adalah Pertempuran Red Cliff, di mana aliansi antara Liu Bei dan Sun Quan berhasil menghentikan invasi besar-besaran yang dilancarkan oleh Cao Cao.
Pertempuran ini tidak hanya menandai titik balik dalam perang antarkerajaan tetapi juga menunjukkan pentingnya taktik dan kerjasama.
Luo Guanzhong tidak hanya menulis tentang perang dan politik, tetapi juga mengeksplorasi tema-tema seperti kesetiaan, kehormatan, dan pengkhianatan.
Karakter-karakter dalam cerita ini, seperti Zhuge Liang, Guan Yu, dan Zhang Fei, telah menjadi legendaris, masing-masing membawa cerita heroik dan tragedi yang memperkaya tapestri naratif.
“Romansa Tiga Kerajaan” telah mempengaruhi tidak hanya sastra tetapi juga budaya populer di Tiongkok dan Asia, memberikan inspirasi untuk film, drama televisi, dan video game.
Karya ini tidak hanya penting sebagai karya sastra tetapi juga sebagai sumber yang memberikan wawasan mendalam tentang sejarah dan budaya Tiongkok.
Dengan narasi yang mendalam dan karakter yang berlapis, “Romansa Tiga Kerajaan” tetap relevan sebagai cerminan dari kompleksitas hubungan manusia dan kekuasaan, menjadikannya salah satu epik sejarah terbesar yang pernah ditulis. (cs)